June 23, 2025

Contents

Dicap punya mental tempe sudah bukan hal aneh bagi para Gen-Z. Lain hal dengan julukan “strawberry generation” yang sekilas terdengar seperti pujian namun ternyata merupakan sindiran halus bagi kaum muda-mudi. Luarnya saja yang terlihat menarik, aslinya gampang hancur jika ditekan sedikit saja.

Di balik metafora buah stroberi ini, tersimpan stigma negatif yang melekat pada kalangan dewasa muda kini. Mereka lebih kreatif dan berani mengutarakan opini, tetapi juga dianggap kurang tangguh, sering mengeluh, dan boros soal keuangan. Benarkah itu?

Apa Itu Strawberry Generation?

Seorang pria menatap rekan kerjanya saat rapat di kantor
Walau tumbuh di era digital, strawberry generation menghadapi banyak tantangan baru.

Istilah strawberry generation sudah lama tenar di negara asalnya, yakni Taiwan. Panggilan ini sering digunakan oleh generasi yang lebih tua untuk menggambarkan anak muda kelahiran 1990 ke atas yang dianggap tidak sekuat pendahulunya, terutama dalam hal ketahanan mental dan kedisiplinan. Mereka sensitif dan mudah lembek layaknya buah stroberi. 

Strawberry generation juga tumbuh dalam konteks zaman yang berbeda. Kawula muda ini tumbuh besar di era digital—ketika informasi, layanan, dan hiburan bisa diakses dengan cepat. Semuanya lebih mudah, tidak seperti 30 tahun yang lalu. Karenanya, kaum Gen-Z dinilai manja dan kerap memilih jalan pintas ketika kesulitan datang.

Selain kurang tahan banting, strawberry generation juga lemah dengan yang namanya FOMO (fear of missing out). Mereka cenderung mudah terpengaruh lingkungannya. Misalnya, ikut-ikutan beli tas branded harga puluhan juta rupiah hanya karena gengsi padahal masih banyak tagihan lain yang harus dibayar. 

Terlepas dari berbagai stereotip soal Gen-Z dan kemiripannya dengan stroberi, penting untuk disadari bahwa ini semua hanyalah asumsi dan generalisasi yang keliru. Tumbuh dalam lingkungan yang nyaman bukan berarti hidup yang lebih mudah. Tantangan yang dihadapi generasi muda tak kalah berat dibanding generasi terdahulu. 

Asam dan Manisnya Strawberry Generation

Seorang pria dan wanita muda sedang berdiskusi di kantor.
Gen-Z punya kreativitas tinggi dan kemampuan adaptasi yang bagus.

Jika generasi sebelumnya dibentuk oleh kerasnya lingkungan dan keterbatasan, maka generasi digital native ditempa oleh dunia yang serba cepat. 

Mungkin beberapa Gen-Z memang mudah rentan terhadap stres, tetapi itu karena mereka harus menavigasi pekerjaan di tengah ekonomi yang tidak stabil dan ekspektasi sosial yang begitu tinggi. Di usia yang sama ketika Gen-X sudah membeli rumah, Gen-Z justru masih harus berjuang untuk sekadar punya tabungan darurat. Krisis berlapis ini dapat menggerus kesehatan mental siapa pun, tanpa peduli seberapa kuat latar belakangnya. 

Karakteristik kuat yang mereka miliki pun berbeda wujud. Bukan dengan diam di tengah tekanan, tetapi kemampuan dalam berkreativitas tanpa batas dan meminta tolong jika perlu bantuan. Strawberry generation juga lebih berani beropini serta menantang norma lama yang toxic, seperti budaya kerja lembur tanpa upah, menormalisasi burnout, dan manajemen yang otoriter. 

Jadi, jika mereka memilih untuk healing sebelum burnout, bukan berarti mereka lemah. Jika mereka memprioritaskan pekerjaan sesuai minat ketimbang gaji besar, bukan berarti mereka malas. Inilah cara strawberry generation untuk tetap semangat di tengah kondisi yang sulit.

Tips Keuangan untuk Strawberry Generation

Setelah mengenal apa itu strawberry generation, kini saatnya membahas tantangan terbesar yang menimpa generasi ini: cara mengelola keuangan. Inflasi yang terus merayap ditambah godaan gaya hidup membuat strategi finansial untuk Gen-Z lebih kompleks dari sekadar “hemat dan menabung.” Jika Anda termasuk strawberry generation, ikuti tips-tips berikut ini supaya budget Anda tetap terkontrol tanpa harus merasa tertekan.

1. Bedakan antara kebutuhan dan keinginan.

Belanja untuk self-reward itu sah-sah saja. Meski begitu, penting untuk membatasi diri agar pengeluaran tidak lebih besar dari pendapatan. Utamakan uang untuk tabungan dan kebutuhan pokok, misalnya cicilan rumah dan biaya makan. Sisanya bisa digunakan untuk hiburan. Namun sebelum belanja, tanyakan dulu pada diri sendiri: apakah saya benar-benar ingin barang ini atau hanya ingin memuaskan ego?

Soal kebutuhan rumah seperti perabot dan alat elektronik, Anda bisa mengandalkan layanan pembiayaan dari Danakini Finance. Nikmati penawaran cicilan dengan bunga mulai dari 1,99% dan tenor sampai 24 bulan di seluruh toko AZKO, Informa, Informa Electronics, dan Selma. Anda pun bisa upgrade isi rumah tanpa mengganggu pos pengeluaran yang lain. Klik di sini untuk download aplikasi Danakini Finance dan registrasi.

2. Mulai investasikan dana dingin.

Tidak perlu menunggu punya ratusan juta rupiah untuk berinvestasi. Dengan Rp100.000 pun, Anda sudah bisa membeli produk investasi seperti reksa dana. Hal terpenting adalah konsistensi. Perlahan tapi pasti, uang yang Anda investasikan akan bertumbuh.

Satu lagi yang tak kalah penting: jadilah realistis. Produk seperti reksa dana memang minim risiko, tetapi juga memberikan imbal hasil yang kecil. Poin plusnya, Anda tidak perlu memantau pasar saham setiap hari. Jika Anda siap mengambil risiko yang lebih tinggi, Anda bisa mengenal lebih jauh soal saham atau instrumen investasi lainnya.

3. Batasi konten media sosial.

Dua remaja muda sedang bermain dengan ponsel masing-masing di rumah.
Gaya hidup mewah belum tentu mencerminkan kondisi finansial yang sebenarnya.

Media sosial penuh dengan unggahan yang menampilkan kemewahan serta standar hidup yang serba tinggi—mulai dari gadget terbaru hingga liburan musim dingin di luar negeri. Tanpa sadar, konten-konten yang Anda tonton mendorong kebiasaan boros dan impulsif. Gaya hidup seperti ini, jika terus dipaksakan, akan berdampak serius pada kestabilan finansial Anda. 

Demi dompet Anda, kurasi akun-akun yang Anda ikuti di media sosial. Jika kontennya sering kali membuat Anda gatal untuk belanja, unfollow atau mute saja. Ingat, kebebasan finansial jauh lebih berharga dibanding validasi sosial.

4. Tambah skill baru.

Selain investasi uang, investasi terbaik yang bisa Anda lakukan adalah pengembangan diri. Keterampilan baru bisa Anda pelajari secara mandiri maupun online lewat platform digital—tidak harus melalui pendidikan formal. Misalnya saja belajar desain grafis menggunakan Canva, bahasa Mandarin via YouTube, atau UX writing di Coursera. Nantinya, skill baru ini bisa menambah nilai jual Anda di pasar kerja sekaligus menjadi sumber passive income

5. Punya lebih dari satu tabungan.

Seorang wanita mengantri di loket sambil memegang ponsel dan segelas kopi.
Tabungan terpisah memudahkan Anda untuk tahu mana uang untuk dipakai dan mana yang harus disimpan.

Bayangkan jika seluruh uang Anda—gaji, dana darurat, tabungan pendidikan, anggaran liburan—tergabung dalam satu rekening. Cepat atau lambat, semuanya akan ludes tanpa jejak yang jelas ke mana dana tersebut mengalir. Jadi, kelompokkan uang Anda sesuai tujuannya. Cobalah membagi rekening Anda ke dalam beberapa kategori seperti berikut:

  • Tabungan utama untuk kebutuhan sehari-hari.
  • Dana darurat disimpan dan tidak boleh diganggu kecuali dalam kondisi terdesak.
  • Tabungan khusus disimpan untuk liburan atau membeli barang yang harganya mahal.
  • Tabungan investasi sebagai tempat menyimpan dana dingin sebelum dialihkan ke instrumen investasi pilihan.

Apa itu strawberry generation? Bukan generasi “lembek” seperti anggapan banyak orang, melainkan generasi yang lentur dan berani bersuara. Mereka pun menjadi bukti bahwa kuat bukan berarti keras. Apabila Anda termasuk strawberry generation, ketahuilah bahwa Anda punya banyak karakteristik hebat. Tetaplah mengasah diri, atur finansial dengan baik, dan prioritaskan kesehatan mental Anda.

About Author

Nonny Anasih

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *